Memang benar
adanya, keinginan saya untuk menguasai bahasa ini. Apalagi saya lihat
teman-teman yang dari daerah Sambas, selalu menggunakan percakapan bahasa
tersebut. Terlebih jika mereka bertemu dengan orang yang sesama dengan daerah Sambas, selalu mereka bercakap dengan
bahasa ini.
Menariknya bagi
saya karena, saya mengenal bahasa ini ketika saya bermukim di kota Pontianak. Ya,
maklum saja di desa saya Sepok Laut, Kecamatan Sungai Kakap, kabupaten Kubu
Raya. Jauh sekali dari mukim orang Sambas, tidak ada orang yang berbicara
bahasa Sambas, disana memang tidak ada orang Sambas. jadi memang sangat jarang
sekali dijumpai.
Barulah ketika
saya lulus SMP dan melanjutkan pendidikan di Aliyah di Pontianak, saya bisa
menjumpai orang-orang yang berbicara Sambas. sebelumnya saya benar-benar belum
pernah menjumpai bahasa seperti ini. Hanya sekedar mendengar cerita dari
orang-orang tua, terlebih ayah saya yang pernah kesana. Ayah saya pernah ke
Tanah Hitam, suatu daerah yang ada di Paloh, Kabupaten Sambas.
Saya di waktu
duduk di Aliyah ini, di kelas, bahkan sekolah memang tidak ada orang Sambas nya.
Tapi diluar sekolah, khususnya di daerah Pontianak dan sekitarnya, saya jelajahi,
dan entah apa sebabnya saya bisa kenalan dengan orang Sambas.
Berlanjut hingga
memasuki jenjang perguruan tinggi, pergaulan saya semakin luas, dan tentu
banyak teman-teman yang saya kenali dari berbagai daerah di Kalbar. Terlebih dari
daerah Sambas. ya, saya pernah juga diajak teman yang dari Sambas pergi ke
Asrama Mahasiswa Kabupaten Sambas yang ada di Pontianak, pasti mereka pun juga
berbicara bahasa Sambas.
Di kampus pun
tak ketinggalan demikian, mereka yang berasal dari Sambas, juga selalu
berbicara bahasa Sambas, manakala dia berjumpa dengan satu daerah yang sama.
Itulah sekilas
dari bahasa Sambas yang saya ketahui dari melihat mereka yang hanya sekitaran
Pontianak saja, mereka tetap melestarikan bahasanya.
Tetapi ada
yang lebih menarik lagi dari pembahasan saya kali ini, yaitu ketika saat
pertama saya mengunjung Sambas. tepatnya di tahun 2013 yang lalu. Waktu itu,
saya dan kawan-kawan menghadiri pesta pernikahan teman dari Jawai, Sambas.
Menarik sekali
tradisinya, dan saya rasa tidak akan saya temui tradisi ini di tempat lainnya
di Kalbar dan Indonesia pada umumnya. Makan dengan duduk bersama-sama, juga
dengan tradisi kebersamaannya itu loh, membuat saya semakin penasaran dengan
budaya Sambas ini. Ya, ketika tetangga ada yang berencana mengadakan pernikahana,
maka seluruh tetangga sekitar ikut serta merta dalam mewujudkan resepsi
tersebut. Terlebih saya lihat, begitu banyak orang-orang yang sengaja membawa
gula, beras, ayam dan yang lain sebagainya. Dan ini bisa kita kenal dengan istilah Saro’an. Lihat di disini
Barang yang
dibawa ini, kemudian diserahkan kepada keluarga yang akan mengadakan resepsi
pernikahan tersebut. Maka dengan itu, tidaklah terlalu berat dalam urusan
makan. Terlebih lagi, tuan rumah tidak terlalu repot dalam urusan-urusan tetek
bengek lainnya. Semua diurusin dengan tetangga yang sudah dibentuk pada rapat
di malam harinya.
Kembali ke
bahasa Sambas, oh iya, tepatnya di bulan Agustus 2015 yang lalu, saya ternyata
berkesempatan mendatangi daerah Sambas. kali ini lumayan jauh, Kecamatan Paloh.
Ya, kami mahasiswa IAIN Pontianak ditempatkan saat Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. kurang lebih 40 hari berada disana. Saya dan
kawan-kawan banyak belajar beberapa hal, terlebih tentang bahasa dan budaya
Sambas.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda