Gambaran Kegiatan
Beratam setelah Tahun 1999
Akhirnya bisa juga saya
menyelesaikan tulisan saya yang kedua ini. Dengan judul yang sama dan cerita
yang sama pula. Namun kali ini berbarengan dengan perubahan dari tahun ke
tahun, ketika saat orang melakukan tardisi Beratam ini. Berikut saya uraikan
lagi.
Dalam masyarakat Bugis,
orang tuanya akan sangat malu bila anaknya tidak pandai mengaji. Makanya untuk
memberitahukan kepada khalayak banyak, perlu suatu acara yang dirasakan orang
cukup besar. Tapi dalam hal ini, demi memberikan kejatidirian dan sebuah
identitas budaya mereka tetap melakukan demi anakanya tersebut.
Setelah tahun 1999,
dari tahun 2000-an cukup banyak perbedaan secara signifikan. Perbedaan itu
cukup mendasar, dimana dulu belum ada listrik dan kini setelah adanya listrik, respon
warga terhadap acara semakin kurang disebabkan banyaknya keluarga orang berdiam
di rumah untuk menonton televisi. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk Beratam
tetap sama seperti Al-Quran, sajadah, seperangkat alat sholat, ayam panggang,
pulut warna kuning, juga untuk menghiasinya dibuatlah semacam replika kapal
sebagai tempat anak itu untuk mengaji nanti.
Pembuatan taruf sebelum dan setelah 1999 yang menyewa tenda dari Kota Pontianak. Walaupun hanya sebagian saja yang menggunakan jasa tenda dari luar namun begitu banyak orang yang masih memakai taruf yang dikerjakan bersama-sama dan dikerjakan secara gotong royong.
Keberadaan listrik
berdampak besar bagi pola pikir masyarakat itu sendiri. Dimana sebelum tahun
1999 sedikit sekali yang memiliki televisi namun setelah tahun 1999 terutama
pada tahun 2000-an begitu banyak yang memiliki televisi di rumahnya
masing-masing. Akibatnya, untuk acara Beratam itu sangat sedikit saja dari pada
televisi.
Bukan itu saja tradisi
yang mengundang orang yang menggunakan pemanggil alias orang yang bertugas
mengundang telah digantikan dengan surat undangan. Surat undangan selain simpel
juga bisa diberi berbagai macam kesan melalui kata-kata yang terucap pada surat
undangan tersebut. Proses yang semacam ini membuat keterlibatan orang semakin
sedikit.Tempat acaranya adalah tamu dipersilahkan untuk duduk di kursi-kursi
yang sudah dipersiapkan oleh tuan rumah. Dalam hal ini, kursi-kursi untuk
tempat duduk tamu undangan, sedangkan dulu biasanya orang duduk di lesehan.
Pengajian atau
pembacaan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan oleh anak yang Beratam dimulai pada
malam hari setelah shalat isya. Setelah selesai anak yang membacakan ayat-ayat
Al-Quran berupa Beratam itu, barulah kemudian para tamu undangan disediakan
sajian makanan yang disediakan oleh tuan rumah.
Sekarang, para tamu
duduk sendiri-sendiri di atas kursi yang disediakan oleh tuan rumah. Tidak
seperti pada tahun sebelum tahun 1999 yang biasanya orang melakukan acara makan
dengan duduk lesehan.
Setelah itu, ketika
para tamu akan hendak pulang, biasanya para tamu memberikan sebuah amplop
kepada tuan rumah sebagai tanda bukti dan ucapan selamat kepada anak yang
Beratam tersebut.
Pada yang demikian itu,
apapun daerahnya pasti memiliki ciri khas masing-masing baik itu budaya ataupun
bahasanya yang cukup berbeda. Namun, perbedaan itu hendaklah dijadikan sarana
untuk menjembatani kepada hal-hal yang positif. Kebudayaan kita adalah tanggung
jawab kita bersama. Maka dari itu, apresiasi terhadap kebudayaan lokal dan
tradisinya yang masih saat ini dipakai hendaknya kita jaga baik-baik. Sebagai
warga Indonesia yang akan mempertahankan NKRI demi nusa dan bangsa. Maka,
kejayaan Indonesia ada ditangan penerusnya kelak.
Kesimpulan
Beratam juga bisa
disebut Khatamul Quran. Pada masyarakat kampung Teluk Harapan desa Sepok Laut.
Sebutan itu cukup sering diketahui masyarakat bila ada anak orang yang sudah
selesai belajar mengajinya.
Sebelum tahun 1999,
tradisi ini dilakukan dimana pada waktu belum adanya listrik di Sepok Laut,
orang-orang cukup kesulitan dalam mencari hiburan. Hiburan yang ada itulah
cukup menarik perhatian masyarakat dalam berkumpul bersama teman-teman dan
keluarga. Dari segi undangan, orang yang akan mengadakan acara Beratam ini
hanya cukup menggunakan jasa orang yang memanggil satu persatu di rumah-rumah
warga. Dan untuk penyajian bagi tamu yang hadir hanya cukup dengan menyediakan
taruf yang hanya bisa digunakan untuk duduk lesehan saja.
Setelah tahun 1999,
pada periode ini di Sepok Laut dimana pada masa ini sudah dibangun listrik
sebagai penerang untuk seluruh wilayah daerah ini. Kegiatan pembuatan taruf
sudah mulai bergeser pada penyewaan tenda-tenda dari Kota Pontianak. Makanannya
tetap seperti dulu namun cara penyajian untuk para tamu kini sudah digantikan
dengan menyediakan kursi-kursi untuk tamu yang duduk dan makanannya pun disediakan
di atas meja. Tidak seperti pada sebelum tahun 1999 yang hanya menyajikan
makanan untuk para tamu dengan cara mengangkat makanan itu yang dilakukan pada
orang-orang yang berseragam.
Pada dasarnya, tradisi
ini dilakukan hanya untuk anak-anak yang sudah dianggap selesai belajar mengajinya
tapi dapat dilihat dari nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang
dilakukan masyarakat pada saat acara Beratam ini. Pembuatan taruf, memanggil
tamu, hingga acara inti Beratam itu dilaksanakan masyarakat tetap bekerja sama
demi mensukseskan acara tersebut. Terbukti dalam penyajian makanan untuk tamu
yang memerlukan beberapa orang dalam hal membawa dan mengangkat sajian yang
disediakan oleh tuan rumah.
Selesai.
Selesai.
Sumber :
Wawancara
dengan Wak Menong
Wawancara
dengan Nek Teyan
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda