Senin, 25 Januari 2016

Tradisi Beratam (2)

Gambaran Kegiatan Beratam setelah Tahun 1999
Akhirnya bisa juga saya menyelesaikan tulisan saya yang kedua ini. Dengan judul yang sama dan cerita yang sama pula. Namun kali ini berbarengan dengan perubahan dari tahun ke tahun, ketika saat orang melakukan tardisi Beratam ini. Berikut saya uraikan lagi.

Dalam masyarakat Bugis, orang tuanya akan sangat malu bila anaknya tidak pandai mengaji. Makanya untuk memberitahukan kepada khalayak banyak, perlu suatu acara yang dirasakan orang cukup besar. Tapi dalam hal ini, demi memberikan kejatidirian dan sebuah identitas budaya mereka tetap melakukan demi anakanya tersebut.

Setelah tahun 1999, dari tahun 2000-an cukup banyak perbedaan secara signifikan. Perbedaan itu cukup mendasar, dimana dulu belum ada listrik dan kini setelah adanya listrik, respon warga terhadap acara semakin kurang disebabkan banyaknya keluarga orang berdiam di rumah untuk menonton televisi. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk Beratam tetap sama seperti Al-Quran, sajadah, seperangkat alat sholat, ayam panggang, pulut warna kuning, juga untuk menghiasinya dibuatlah semacam replika kapal sebagai tempat anak itu untuk mengaji nanti.


Pembuatan taruf sebelum dan setelah 1999 yang menyewa tenda dari Kota Pontianak. Walaupun hanya sebagian saja yang menggunakan jasa tenda dari luar namun begitu banyak orang yang masih memakai taruf yang dikerjakan bersama-sama dan dikerjakan secara gotong royong. 

Keberadaan listrik berdampak besar bagi pola pikir masyarakat itu sendiri. Dimana sebelum tahun 1999 sedikit sekali yang memiliki televisi namun setelah tahun 1999 terutama pada tahun 2000-an begitu banyak yang memiliki televisi di rumahnya masing-masing. Akibatnya, untuk acara Beratam itu sangat sedikit saja dari pada televisi. 

Bukan itu saja tradisi yang mengundang orang yang menggunakan pemanggil alias orang yang bertugas mengundang telah digantikan dengan surat undangan. Surat undangan selain simpel juga bisa diberi berbagai macam kesan melalui kata-kata yang terucap pada surat undangan tersebut. Proses yang semacam ini membuat keterlibatan orang semakin sedikit.Tempat acaranya adalah tamu dipersilahkan untuk duduk di kursi-kursi yang sudah dipersiapkan oleh tuan rumah. Dalam hal ini, kursi-kursi untuk tempat duduk tamu undangan, sedangkan dulu biasanya orang duduk di lesehan.

Pengajian atau pembacaan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan oleh anak yang Beratam dimulai pada malam hari setelah shalat isya. Setelah selesai anak yang membacakan ayat-ayat Al-Quran berupa Beratam itu, barulah kemudian para tamu undangan disediakan sajian makanan yang disediakan oleh tuan rumah. 

Sekarang, para tamu duduk sendiri-sendiri di atas kursi yang disediakan oleh tuan rumah. Tidak seperti pada tahun sebelum tahun 1999 yang biasanya orang melakukan acara makan dengan duduk lesehan.

Setelah itu, ketika para tamu akan hendak pulang, biasanya para tamu memberikan sebuah amplop kepada tuan rumah sebagai tanda bukti dan ucapan selamat kepada anak yang Beratam tersebut. 

Pada yang demikian itu, apapun daerahnya pasti memiliki ciri khas masing-masing baik itu budaya ataupun bahasanya yang cukup berbeda. Namun, perbedaan itu hendaklah dijadikan sarana untuk menjembatani kepada hal-hal yang positif. Kebudayaan kita adalah tanggung jawab kita bersama. Maka dari itu, apresiasi terhadap kebudayaan lokal dan tradisinya yang masih saat ini dipakai hendaknya kita jaga baik-baik. Sebagai warga Indonesia yang akan mempertahankan NKRI demi nusa dan bangsa. Maka, kejayaan Indonesia ada ditangan penerusnya kelak.

Kesimpulan
Beratam juga bisa disebut Khatamul Quran. Pada masyarakat kampung Teluk Harapan desa Sepok Laut. Sebutan itu cukup sering diketahui masyarakat bila ada anak orang yang sudah selesai belajar mengajinya.
Sebelum tahun 1999, tradisi ini dilakukan dimana pada waktu belum adanya listrik di Sepok Laut, orang-orang cukup kesulitan dalam mencari hiburan. Hiburan yang ada itulah cukup menarik perhatian masyarakat dalam berkumpul bersama teman-teman dan keluarga. Dari segi undangan, orang yang akan mengadakan acara Beratam ini hanya cukup menggunakan jasa orang yang memanggil satu persatu di rumah-rumah warga. Dan untuk penyajian bagi tamu yang hadir hanya cukup dengan menyediakan taruf yang hanya bisa digunakan untuk duduk lesehan saja.

Setelah tahun 1999, pada periode ini di Sepok Laut dimana pada masa ini sudah dibangun listrik sebagai penerang untuk seluruh wilayah daerah ini. Kegiatan pembuatan taruf sudah mulai bergeser pada penyewaan tenda-tenda dari Kota Pontianak. Makanannya tetap seperti dulu namun cara penyajian untuk para tamu kini sudah digantikan dengan menyediakan kursi-kursi untuk tamu yang duduk dan makanannya pun disediakan di atas meja. Tidak seperti pada sebelum tahun 1999 yang hanya menyajikan makanan untuk para tamu dengan cara mengangkat makanan itu yang dilakukan pada orang-orang yang berseragam.

Pada dasarnya, tradisi ini dilakukan hanya untuk anak-anak yang sudah dianggap selesai belajar mengajinya tapi dapat dilihat dari nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang dilakukan masyarakat pada saat acara Beratam ini. Pembuatan taruf, memanggil tamu, hingga acara inti Beratam itu dilaksanakan masyarakat tetap bekerja sama demi mensukseskan acara tersebut. Terbukti dalam penyajian makanan untuk tamu yang memerlukan beberapa orang dalam hal membawa dan mengangkat sajian yang disediakan oleh tuan rumah. 

Selesai.


Sumber :
Wawancara dengan Wak Menong
Wawancara dengan Nek Teyan


Share: 
Lokasi: Pontianak, Kalbar Indonesia Pontianak, Pontianak, West Kalimantan, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda