Kamis, 29 Desember 2016

Sarjana Muda

Menjadi sarjana muda tentu adalah harapan setiap orang. Harapan orang tua, anak dan keluarga. Menjadi sarjana itu tak mudah. Menjadi sarjana itu butuh pengorbanan waktu, pikiran, hati dan tentunya yang paling utama adalah uang. Dulu, orang sangat terkagum dengan gelar sarjana yang diraih seorang. Sekarang beda lagi ceritanya.

Gambar Disini

Karena sarjana akan selalu ada. Bahkan pemerintah dibeberapa kota/kabupaten Kalbar sudah menargetkan satu desa satu sarjana. Tentu dipilih mereka-mereka yang punya prestasi diberi beasiswa penuh dari pemdanya. Ada lagi beasiswa bidikmisi dan beasiswa berprestasi, belum lagi beasiswa yang disediakan oleh pihak swasta dan masih banyak lainnya.

Calon sarjana telah banyak mengorbankan waktu, pikiran dan uangnya. Belum lagi bagi mereka yang mandiri alias tidak membebankan biaya kuliahnya pada orang tuanya. Tentu ini menjadi tantangan yang menarik bagi dirinya. Bagi perantau, akan ada rasa rindu kepada orang tua dan sanak saudara. Belum lagi memikirkan tugas dan tugas yang selalu menumpuk. 

Katakan pada dunia, jangan remehkan sarjana muda. Padanyalah terlahir bibit-bibit perubahan, padanyalah lahir ide-ide yang briliyan dan padanyalah akan memberi nuansa baru bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.
Jangan kau samakan calon sarjana dengan pengusaha kaya raya. Kau tidak akan menemukan titik-titik persamaannya. Calon sarjana adalah mereka yang sedang menuntut ilmu, belajar bermasyarakat lewat organisasi yang diikutinya, sedang bekerja demi membiayai kuliahnya, dan sedang membantu ekonomi keluarganya. Jadi sangat sulit, untuk jadi mahasiswa bisa langsung kaya raya bak pengusaha kaya itu.

 Kalian tentu pernah mendengar kalimat. “Banyak sarjana yang jadi pengangguran. Ah, ngapain belajar hingga sarjana, toh nanti juga jadi ibu rumah tangga. Kuliah tidak nentuin nasib seseorang. Lebih baik kerja dan kerja”.

Saya pernah mendengar ucapan salah seorang teman. Dia ini sukanya lagu Iwan Fals, terutama lagu yang berjudul Sarjana Muda. Saya mah, buat apa sekolah tinggi-tinggi, nanti toh juga akan jadi pengangguran. Contohnye lagu Iwan Fals nih men. Gare-gare dengar lagu ini, aku jadi takut nak sekolah tinggi-tinggi. Dah, pandai membace jak lah”.

Saya hanya jawab. Ya, itu kan lagunya orang pulau seberang. Lagian kan kalo di Jawa itu, sudah sangat rame manusianya. Dan lagian pula, para lulusan sarjananya sedari dulu memang banyak. Sebab kampus-kampus di pulau Jawa sangat banyak. Jadi yang jadi sarjana pun tentu akan banyak juga. Nah, kalo sudah banyak, kesempatan buat ngelamar kerja pun akan sedikit. Sebab banyak sekali pesaing. Beda lagi kalo kita yang dari Kalimantan ini. Walau memang gelar sarjana itu tak menjamin kehidupan kedepan kita. Tapi jika betul-betul niatnya hanya untuk belajar. Insya Allah akan membuahkan hasil.

Hei, jangan terpengaruh dengan lagi-lagu galau. Jangan mau dengarkan kata-kata yang justru menghambat kita untuk belajar. Urusan rezeki itu rahasia Allah SWT. Kita sebagai hamba-Nya, hanya di tuntut untuk selalu berdoa dan berusaha. 

Bukan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pada beberapa derajat. Jadi jangan takut untuk belajar. Karena belajar itu kewajiban dari sejak buaian hingga liang lahat.

Kita harus belajar.  jangan mau kalah dengan orang-orang luar. Kita harus bisa menunjukan kepada dunia bahwa Indonesia bisa. Dengan pendidikan yang bermutu, tentu kualitas insani akan tetap maju baik secara mental, spiritual dan intelektual. Mari belajar dengan sungguh-sungguh.
Share: 

5 komentar:

  1. Bagaimanapun, pola pikir seorang sarjana muda entah pengangguran entah pebisnis entah jadi buruh, akan berbeda. Tergantung masing2 mas

    BalasHapus
  2. Paling penting adalah pengalaman. Tapi pendidikan juga penting. ^_^

    BalasHapus
  3. Lebih baik belajar berwirausaha. :'D

    BalasHapus
  4. Sekolah lah setinggi mungkin

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda