Kenapa saya
menuliskan ini lagi? Sebab saya rasa perlu juga untuk memposting cerita ini.
Agar apa? Agar semua orang tahu tentang bagaimana prosesnya dan lagian juga
untuk pengarsipan saya. Ya, saya kira kita perlu menjadikan arsip diri sebagai
kenangan untuk kita kenang dikemudian hari.
Kita punya
kemampuan tersendiri, dan ternyata berhasil dan sukses. Apa salahnya untuk
diarsipkan, tentunya tidak dengan maksud untuk menyombongkan diri dan pamer.
Setidaknya dengan kemampuan yang kita punya tersebut, tentunya akan ada orang
yang akan termotivasi dengan kemaampuan kita tersebut. Apalah arti kemampuan
dan kelihaian bila tidak diberitahukan kepada orang lain dan perlihatkan.
Tentunya akan sia-sia semua itu.
Adapun foto diatas merupakan tulisan cerpen pertama saya yang dimuat di koran. Cerita yang sederhana. Cerita itu saya dapatkan dari pertemuan tidak sengaja dengan seorang gadis berjilbab hitam. Entah. Yang aku ketahui dia adalah gadis berjilbab hitam. Itulah petikan dari tulisan cerpen saya tersebut.
Saya mula memulai
menulisnya adalah ketika ditantang oleh seorang teman. Dia bilang, kenapa tidak
menulis di koran, kenapa selalu di FB dan Blog terus, sesekali tulislah
dikoran, setidaknya bisa mendapatkan uang dari menulis koran.
Tapi apalah. Bukan
itu yang saya inginkan. Bagi saya, uang itu nomor kesekian. Kemampuan dululah
yang harus ditunjukan terlebih dahulu. Umpamanya kita hendak menjadi guru
ngaji, setidaknya kita sudah tahu bagaimana hukum makhraj huruf, jangan
sampai kita menjadi guru ngaji asal-asalan. Ingat pepatah, murid kecing
berdiri, guru kencing berlari.
Dalam hal menulis
pun begitu, tentunya tidak gampang menjadi penulis yang profesional. Butuh
kejelian dan kegigihan dalam menggapai semua itu. Namun jika kita terus
berusaha, lambat laun kita pun akan menjadi penulis yang profesional juga.
Semoga kita bisa
menjadi yang terbaik dalam hal profesi apapun. Termasuk menjadi penulis.
wah selamat ya mas. arsip diri. setuju. bisa keluar dari zona nyaman ya.
BalasHapusIya mbak.. Perlu kita mengarsipkan diri..
Hapus