Awal
cerita
Sengaja saya kasih
judul seperti itu. Diary of Marbot.
Apakah kalian tahu apa itu Marbot? Ya, mungkin tak perlu saya jelaskan, sebab
saya rasa kalian sudah pasti tahu apa itu defenisi Marbot. Sory, kalo tulisan bahasa
Inggris saya masaih belum benar.
Saya seorang perantau
dari desa ke kota yang hanya ingin melanjutkan pendidikan. Saat masih di
kampung, saya hanya lulusan Mts dan untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas,
mau tidak mau saya harus pergi meninggalkan keluarga jauh dari kampung. Emak,
Bapak, Kakak dan adik-adik yang masih kecil saya tinggalkan demi sekolah ini.
Akhirnya setelah lulus
Mts, saya ditawarin oleh guru sekolah saya untuk melanjutkan sekolah. Beliau
tidak menyebutkan secara detail dimana tempatnya, tapi, ya, saya hanya
mengiyakan saja dan mau ikut tawarannya. Singkatnya, saya dibawa ke daerah
Ampera, Kota Baru, Pontianak.
Disinilah (Masjid)
tempat saya tinggal. Ya, walau hanya seorang Marbot (tukang bersih masjid),
saya tekuni itu hingga saya lulus sekolah hingga kuliah. Jadi, kalo ditotalkan
rentang perjalanan waktu saya tinggal di Masjid, bisa dihitung selama kurang
kebih tujuh tahun lamanya.
Saya
Sedih
Saya sangat sedih sebab
telah meninggalkan keluarga di rumah. Jarang sekali saya pulang. Palingan hanya
sebulan sekali. Itupun kalo perlu saja. Ya Allah ampunilah hambaMu ini. Dan hal
yang membuat saya sedih adalah saya tidak ada yang membantu biaya pendidikan
disini. Orangtua hanya sedikit bisa bantu. Selebihnya saya usahakan sendiri.
Makanya kuliah saya ini, lama banget selesaunya. Dimana gak lama? Kalo kerja
sambil kuliah. Kerja sambil kuliah itu bagi saya melelahkan.
Saya
Lelah
Tujuh tahun sebagai
Marbot, selama perjalanan sempat mau berhenti. Tapi ada sesuatu yang begitu
menguatkan. Sungguh. Alasannya, karena saya tidak bisa jauh dari Masjid.
Kemudian, saya kasihan dengan pengurus
disini, gak ada yang mau bersih-bersih Masjid. Jadi dengan senang hati saya
rela menghabiskan waktu muda, kesenangan dan berkumpul bersama teman, hanya
demi Masjid ini.
Tinggal
di Tempat Keluarga
Jangan kalian kira saya
tidak ada alternatif tempat tinggal. Banyak keluarga yang mau tawarin saya
untuk tinggal bersamanya. Bukan hanya keluarga, orang lain pun ada yang pernah
ngajak tinggal bersamanya.
Di
Ejek
Saya mendengar dengan
kepala saya sendiri. Seorang teman berkata:
“Ah, buat ape kau
tinggal di Masjid itu, lebih baik cari tempat tinggal lain beh.”
Seketika napas saya
nyit nyut. Saya hanya diam. Tak ada balasan kata dari saya. Saya termenung
mendengar kalimat itu sembari melihat awan di langit yang semakin sore semakin
gelap. Wah, saya rasa ini pertanda mau hujan. Abaikan saja omongan yang tak
berguna.
Dari cerita awal paragraf
ini. Tulisan ini sengaja saya buat bersambung. Bukan habis kata, tapi malam ini
saya harus tidur di kamar ini. Sebab, malam ini malam terakhir saya tidur di
kamar yang berukuran entah berapa ini. Selama saya tinggal disini, tak pernah
saya mengukur berapa ukurannya. Dan mungkin saja saya juga tidak perlu tahu
soal ini. Kalian juga.
Malam
Terakhir
Malam ini tanggal 1
November 2016 tepat pukul 00:55 WIB. Malam ini saya habiskan untuk menulis
unek-unek saya tentang peristiwa yang saya alami ini. Saya bukan orang
pendendam. Saya hanya mau kasih tahu, bahwa saya tidak terima dipindahkan dari
sini. Sebenarnya, saya tidak rela pindah. Tapi, ya, dengan diminta pindahnya
saya di kamar ini. Dengan begitu secara perlahan saya pun akan hengkang. Tak
tahu kapan. Mungkin nunggu mapan. Ah itu kelamaan.
Keluarga,
Kerja dan Kuliah
Banyak sekali yang saya
pikirkan. Saya harus memkirkan masa depan sekolah adik-adik saya. Tak bisa saya
terus-terusan kayak gini. Saya harus menjadi penopang ekonomi keluarga. Saya malu
bila orang mengaggap keluarga kami tidak mampu.
Untuk menopang biaya
kuliah, saya harus kerja dan kerja. Hanya dengan kerjalah bisa menghasilkan
uang. Dengan uang saya bisa membayar biaya kuliah, walaupun sampai saat ini
saya sudah semester sembilan. Teman-teman banyak yang pake seragam. Saya kapan
nyusul? Insya Allah secepatnya.
Pasangan
Hidup
Untuk saat ini saya
masih single. Bagi yang pengen daftar mau jadi calon istri saya silahkan
hubungi saya secepatnya. Saya takut, keburu melamar gadis-gadis yang saya
kenal. Film Uang Panai mengajarkan saya dalam dialognya. Selama janur kunin
belum melengkung, kita masih bisa menikung.
semangat bang salam sukses amiin Allah tidak akan salah menialai
BalasHapus