Senin, 16 Februari 2015

Kitab Berladang

Potret Islam hybrid Pada Suku Asli Masyarakat Pedalaman Kalimantan Barat
Ketika saya mengikuti pertemuan di Club Menulis IAIN Pontianak. Pertemuan biasa di club setiap minggunya. Pada saat itu, pak Dr Yusriadi sedang memberikan ilmu dan pemaparannya tentang kiat-kiat menulis buku yang baik dan bermanfaat. Ketika Itu, saya mendapati banyak buku sekardus disamping bawah kursi saya. Spontanitas saya ambil buku itu. Dan bukunya saya buka dan langsung saya baca.

Sebenarnya buku ini tidak untuk dibagikan karena buku ini akan diberikan pada orang yang akan berkunjung di kampus IAIN Pontianak nanti. Tapi sudah terlanjur saya buka dan di pegang, kata Pak Yus: "ya sudah tak mengapa, itu rezeki kamu Mat". Beliau memberikan pada saya buku ini. "Alhamdulillah makasih ya Pak". Buku yang di tulis oleh Pak Faisal Amin ini menggambarkan tentang isi kitab berladang yang diterbitkan oleh STAIN Press tahun 2013 dengan tebal 175 halaman.
Share: 

Jumat, 23 Januari 2015

Makan Dalam Kelambu

Makan di Kelambu


Mungkin sudah sering dibahas tentang yang namanya “makan dalam kelambu’ dan sebagian masyarakat kebanyakan sudah mengetahui tradisi ini. Ini merupakan adat budaya orang Bugis turun-temurun dalam tradisinya. Karena ritual ini dilakukan oleh orang Bugis, makan dalam kelambu ini ritualnya sangat menarik sebab makannya harus di dalam kelambu. Adat istiadat suku Bugis banyak sekali ritualnya, dan ritual tersebut hampir tidak asing lagi kedengarannya oleh orang melayu. Seperti : buang-buang, lasuji, dan robo-robo dan masih banyak yang lain. 

Makan dalam kelambu di Sepok Laut tidak berbeda dengan daerah lainnya. Prosesi makan dalam kelambu ini sudah turun temurun dari nenek moyang suku Bugis, biasanya ritual ini dilakukan pada waktu ada hajatan seperti, perkawinan, khitanan (sunatan), naik ayun (naek tojang). Tapi untuk masyarakat Sepok Laut biasanya hampir tiap tahun melaksanakannya. Inilah tradisi Makan dalam Kelambu di Desa Sepok laut. Bukan hanya acara kawinan saja tapi juga dilaksanakan tiap tahun atau lebih dan berkumpul satu keluarga.
Share: 

Minggu, 11 Januari 2015

Naek Tojang

Naek Tojang 



Tradisi ini mungkin bagi masyarakat perkotaan sudah jarang ditemukan. Tapi bagi kalangan masyarakat Sepok Laut khususnya di Kampung Teluk Harapan masih dilaksanakan tradisi ini. Tradisi ini masih dipelihara dan untuk melaksanakan ritual ini dilaksanakan pada hari ke 44 sejak kelahiran anak. 

Di masyarakat Sepok Laut tradisi Naek Tojang memang kerap dilakukan oleh masyarakat tersebut. Tojang (ayunan), digunakan ibu-ib untuk menidurkan anaknya dengan menggunakan kain sarung yang diikat dengan tali di gantung kayu pada atas rumah miliknya, baik itu dikamar maupun diluar ruangan. 

Di dalam tradisi ini, ayunan dipenuhi dengan hiasan di atas ayunannya. Hiasannya di letakkan di atas ayunan bayi tersebut seperti pak law, ketupat, cucur, juga pisang. Pada dasarnya tujuan di adakan adat ritual Naek Tojang adalah untuk mendoakan anak bayi yang baru lahir agar diberikan keselamatan oleh Allah SWT dan menjadi anak yang taat kepada agama dan orang tua. 

Setelah mendoakannya, kemudian dilanjutka dengan serakalan (Sholawat barzanji) sambil meminta orang-orang yang serakal untuk memotong rambut bayi tersebut secara bergilir-gilir. Biasanya dengan di adakan adat Naek Tojang ini keluarga, tetangga dan handai taulan turut di undang untuk meramaikan acara ini silaturahmi pun terciptalah. Tentu silaturahmi mempererat rasa persaudaraan.
Share: 

Rabu, 24 Desember 2014

Tradisi robo-robo di tiga wilayah di Kalimantan Barat


Tradisi robo-robo di tiga wilayah di Kalimantan Barat

Robo-robo dilaksanakan dengan meriah ditiga wilayah pesisir di Kalimantan Barat. Robo-robo dilaksanakan pada hari Rabu terakhir dibulan Syafar, Hijriah. Robo-robo menandai kedatangan Empu Daeng Manambon ke wilayah Mempawah. Yang selanjutnya mendirikan kesultanan Amantubillah. Tiga wilayah yang menyelenggarakan Robo-robo, yaitu Kota Mempawah, Sungai Kakap di kabupaten Kubu Raya, dan warga di Delta Sungai Pawan.

             Robo-robo di Kabupaten Mempawah

      Dikota Mempawah, pelaksanaan tradisi Robo-robo dihadiri ribuan orang dan utusan dari berbagai keraton di Nusantara. Kegiatan napak tilas kedatangan Opu Daeng Manambon menjadikan kuala Mempawah, ramai dipadati pengunjung. Mempawah dalam bahasa Bugis mempang yang berarti tidak bisa ditenggelamkan, dalam bahasa Dayak Sampau yang berarti asam biru mani.

Share: 

Keraton Kerajaan Kesultanan Tanjungpura di Kabupaten Ketapang, Kalbar

Keraton Kerajaan Kesultanan Tanjungpura di Kabupaten Ketapang, Kalbar

Keraton Kerajaan Matan merupakan istana kesultanan Tanjungpura/Kesultanan Kerajaan Matan, kesultanan tertua yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat. Keraton ini berada dalam wilayah administratif Kelurahan Muliakarta. Selain itu, keraton ini juga dikenal dengan nama Istana Penembahan Gusti Miuhammad Saunan, yang diambil dari nama salah seorang sultannya yang terkenal dengan kewibawaan dan kecerdasannya.
 
Keraton Kerajaan Matan pertama kali dibangun oleh Pangeran Perdana Mentri yang bergelar Haji Muhammad Sabran, sultan ke-14 kesultanan Tanjungpura, yang bertahta dari tahun 1845 sampai dengan tahun 1924. Namun, keraton ini terus mengalami renovasi dan rekonstruksi beberapa kkali, sehingga menjadi seperti yang terlihat pada saat ini. 


Share: 

Senin, 03 November 2014