Gadis Tionghoa
Oleh : Rahmat Menong
Pagi yang dingin.
Selamat pagi dunia, kini aku barusan bangun terlelap dari tidurku. Ya, pagi ini
tepat pukul setengah lima subuh, bertepatan juga adzan sholat subuh
berkumandang. Setelah usai sholat subuh, seperti biasanya aku bersiap-siap
mandi dan bersiap akan mengikuti seminar disuatu hotel di kota Pontianak yang
akan diadakan pagi ini.
Aku bergegas membanting
stir motorku. Tidak juga cepat, tidak juga pelan. Hanya sedang-sedang saja.
Dilain satu hal yang membuatku tidak bisa membawa motor dengan kecepatan
tinggi. Tak lain adalah rasa trauma, dimana pernah bertabrakan dengan seorang
pengendara motor ketika diawal-awal semester kuliah dulu. Tidak ada luka yang
serius sih, begitu juga dengan yang menabrakku dari samping juga tidak apa-apa.
Hanya saja, stang depan motorku bengkok dan lampu depan motor yang menabrakku
itu pecah. Kami menyenyelesaikannya dengan kekeluargaan. Setelah itu kembali
seperti sedia kala.
Alhamdulillah,
kini ku bisa mengambil pelajaran dari kejadian saat tabrakan beberapa tahun
yang lalu. Aku jadi semakin berhati-hati ketika sedang mengendarai motor,
mataku was-was ketika sedang mengendarai motorku.
Disaat mengendarai
sepeda motor, tiba-tiba hapeku ini berbunyi. Temanku lagi nelpon. Aku tidak
menghiraukan, palingan temanku lagi khawatir aku tidak akan datang di seminar
itu. Sesampainya di hotel, temanku yang menunggu di depan hotel tadi langsung
mengajakku ke lantai sepuluh hotel itu. Kami bergegas dengan cepat.
Wah, luar biasa rame
sekali. Ini seminar atau acara kawinan? Gumamku dalam hati. Sekejab tiba,
temanku yang tadi menghilang, aku bingung mau mencarinya dimana dan bertepatan
juga acara seminarnya dimulai. Moderator mulai menginstruksikan kepada peserta
seminar untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Aku terpaksa juga harus
duduk disembarang tempat tanpa perlu mencari temanku yang tadi. Acara dimulai
sesuai dengan isntruksi moderator demi suksesnya seminar ini hp ku di silent-kan.
Usai seminar, mataku
kini tertuju pada suatu peserta gadis. Ya, gadis yang seolah pernah aku liat
dan kenal. Tapi itu dimana? Aku bingung dalam hati sambil bertanya. Aku pandangi,
ternyata dia juga memandangiku. Duh, malu rasanya. Dari ekspresi wajahnya
sepertinya dia juga kenal denganku. Dia kemudian menghampiriku. Duh, aduhai
cantiknya.
“Kamu
Rahmatkan?” Tanya dia.
“Iya,kenapa
emangkita udah saling kenal sebelumnya?”
“Loh,
kok gitu jawabnya, masih ingatkan dengan saya, Mei mei?”
“Mei
mei yang mana ya?”
“Itu
dulu, waktu kita SMA kan pernah ikut event lomba cerdas cermat se-kota
Pontianak. Rahmat yang jadi peserta dan kebetulan kita ini dipertemukan disaat
final pada lomba itu. Ya, kamu sebagai finalis yang waktu itu mewakili
sekolahmu berhadapan denganku yang juga mewakili sekolahku”.
“Oh
gitu ya, benar juga. Oh, saya baru ingat. Pantesan pas saya liat tadi, kok
sepertinya kita udah bertemu ya. Ya ya. Saya baru saja mau menghampirimu dan
ternyata kamu sudah duluan kesini”.
“Rahmat,
sepertinya bentar lagi akan sholat zuhur, kita cari makan dulu yuk!”.
“Yuk”!
“Gimana
dengan kuliahmu?
“Kuliah
saya? Ah malas saya mau ceritain Mei”.
“Duh,
cerita dong Rahmat, kamu kuliahkan? Emang kuliahmu kenapa?”
“Ah,
sudahlah, kita bahas yang lain aja ya. Oh iya, ngomong-ngomong kamu sudah ada
yang punya belum?”
“Belum.
Kalo kamu?”
“Sama”.
“Ya Allah, sepertinya akan hujan, saya pulang dulu ya”
“Tapi kitakan ngomongnya belum kelar Mei me. Lagian kan kitakan belum
nyampe di tempat tujuan untuk makan”.
“Nanti
aja ya”
Semenjak itu, kami
sudah tidak pernah bertemu selamanya. Entahlah kapan bisa dipertemukan lagi.
Tapi di dalam hati ingin sekali bertemu lagi dengan gadis Tionghoa itu. Sejak
pertama kali bertemu di waktu SMA, kita dipertemukan pada sebuah event dan
dipisahkan ketika sedang hujan. Kini, bertemu di suatu seminar dan berpisah
ketika saat hujan lagi. Kenapa harus hujan Tuhan. Hatiku lirih ketika saat
hujan.
Semilir sejuk
angin yang berhembus dari tepian Sungai Kapuas. Langit-langit di jalan kota
Pontianak memang tak mendukung. Hembusan angin musim hujan, mengalir menerpa di
tepian gang-gang. Angin itu lalu, menyebar menciptakan kesejukan di sepanjang
jalan. Hujan turun semakin deras. Suasana semakin terasa dingin. Selain
keindahan, kota khatulistiwa ini memiliki sejarah yang sangat menakjubkan.
Apalagi kalau kisah tentang larinya hantu kuntilanak yang diusir dengan meriam
oleh Sultan Pontianak dan para kawan-kawannya. Maka seakan-akan aku tak
percaya. Kini aku berada di kota Khatulistiwa, sama dengan tidak percayanya
ketika dulu untuk pertama kalinya menginjakan kaki di kota ini.
Pepohonan di
sekitar tampak mengigil. Pohon-pohon itu seperti sekarat dalam kedinginan di
musim penghujan. Angin menggoyangkan ranting dan dahannya. Dedaunan pohon
itupun berguguran kemana-mana. Ah, itulah yang ku lihat di suasana waktu itu.
dingin menerpa. Pulang kehujanan dan terpaksa harus berteduh terlebih dahulu.
Ku kumpulkan
segala rasa pada sebuah tulisan. Tak memberikan celah sedikitpun untuk membuang
rasa yang tak pernah ku mengerti. Walau dirimu hanya bayang semu, dalam setiap
mimpiku. Hujan yang selalu setia menemaniku dan dalam khayal tentangmu. Walau
diriku membenci hujan dan dirimu yang menyukai hujan. Namun kita sama-sama
menyukai pelangi setelah hujan.
Sore
itu hujan sangat deras. Aku terpaksa pulang dengan badan basah kuyup. Dingin
menyelimuti seluruh badan. Sudah menjadi kebiasaan setiap waktu hujan kala sore
tiba, aku sengaja pulang dalam hujan. Sengaja berbasah-basah menikmati rintik
hujan. Ini memang sudah menjadi kegemaranku mandi dalam hujan. Walau tidak
seperti masa kecil dulu, tapi apa salahnya melawan hujan yang deras tersebut.
Hujan
selalu membawa cerita sendu di setiap tetesnya. Di sana, awan hitam menggelantung
dengan muram siap menumpahkan isinya. Hujan memiliki peran mengenai arti
kesendirian, pengharapan, terabaikan, dan setiap tetes air mata.
Tuhan mempertemukan
untuk satu alasan. Apapun alasannya. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Entah akan menjadi bagian terpenting atau
hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut.
Lakukan dengan tulus. Meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tak ada
yang sia-sia karena Tuhan yang mempertemukan kita
Semoga
kau sukses ya sahabat. Disini aku akan selalu menunggu cerita-cerita tentangmu.
Meski kita berbeda keyakinan, tapi itu bukan penghalang untuk berbagi kasih
dalam kedamaian.
Sungguh
Tuhan itu menciptakan manusia berbeda-beda dari berbagai golongan, suku dan
bahasa. Sebab itulah Tuhan menyuruh agar setiap manusia itu saling mengenali
dan berbagi kasih. Tak peduli apapun agamanya. Apapun sukunya. Apapun bahasa
dan latar belakangnya. Karena kedamaian adalah milik setiap orang. Marilah buat
bumi ini damai sentosa.
wow.. sesuatu rasa nih ya. namana kayak temene ipin upin si mei mei
BalasHapusHaha. Hanya kebetulan saja mbak. Oh ya, Mei mei ini nama samaran saja.
HapusIni kisah nyata atau fiktif belaka
BalasHapusNyata. Tapi sedikit ditambah kisah fiksinya.
HapusGadis Tionghoa banyak yg cantik2. Duh, si amoy.
BalasHapusIya dong dan gadis yang lain juga tak kalah cantik. Semua gadis itu cantik.
HapusWaw cina ya.
BalasHapusGadis cine kale.
BalasHapus