Minggu, 12 Februari 2017

Gadis Tionghoa

Gadis Tionghoa
Oleh : Rahmat Menong

Pagi yang dingin. Selamat pagi dunia, kini aku barusan bangun terlelap dari tidurku. Ya, pagi ini tepat pukul setengah lima subuh, bertepatan juga adzan sholat subuh berkumandang. Setelah usai sholat subuh, seperti biasanya aku bersiap-siap mandi dan bersiap akan mengikuti seminar disuatu hotel di kota Pontianak yang akan diadakan pagi ini.

Di hape ku seorang teman mengirim pesan mesengger-nya. “Ayo Rahmat cepetan, entar terlambat loh, kalo terlambat nanti sayang gak banyak menyerap ilmu dari pemateri”.

Aku bergegas membanting stir motorku. Tidak juga cepat, tidak juga pelan. Hanya sedang-sedang saja. Dilain satu hal yang membuatku tidak bisa membawa motor dengan kecepatan tinggi. Tak lain adalah rasa trauma, dimana pernah bertabrakan dengan seorang pengendara motor ketika diawal-awal semester kuliah dulu. Tidak ada luka yang serius sih, begitu juga dengan yang menabrakku dari samping juga tidak apa-apa. Hanya saja, stang depan motorku bengkok dan lampu depan motor yang menabrakku itu pecah. Kami menyenyelesaikannya dengan kekeluargaan. Setelah itu kembali seperti sedia kala.

Alhamdulillah, kini ku bisa mengambil pelajaran dari kejadian saat tabrakan beberapa tahun yang lalu. Aku jadi semakin berhati-hati ketika sedang mengendarai motor, mataku was-was ketika sedang mengendarai motorku.

Disaat mengendarai sepeda motor, tiba-tiba hapeku ini berbunyi. Temanku lagi nelpon. Aku tidak menghiraukan, palingan temanku lagi khawatir aku tidak akan datang di seminar itu. Sesampainya di hotel, temanku yang menunggu di depan hotel tadi langsung mengajakku ke lantai sepuluh hotel itu. Kami bergegas dengan cepat.

Wah, luar biasa rame sekali. Ini seminar atau acara kawinan? Gumamku dalam hati. Sekejab tiba, temanku yang tadi menghilang, aku bingung mau mencarinya dimana dan bertepatan juga acara seminarnya dimulai. Moderator mulai menginstruksikan kepada peserta seminar untuk duduk di kursi yang telah disediakan. Aku terpaksa juga harus duduk disembarang tempat tanpa perlu mencari temanku yang tadi. Acara dimulai sesuai dengan isntruksi moderator demi suksesnya seminar ini hp ku di silent-kan.

Usai seminar, mataku kini tertuju pada suatu peserta gadis. Ya, gadis yang seolah pernah aku liat dan kenal. Tapi itu dimana? Aku bingung dalam hati sambil bertanya. Aku pandangi, ternyata dia juga memandangiku. Duh, malu rasanya. Dari ekspresi wajahnya sepertinya dia juga kenal denganku. Dia kemudian menghampiriku. Duh, aduhai cantiknya.

“Kamu Rahmatkan?” Tanya dia.
“Iya,kenapa emangkita udah saling kenal sebelumnya?”
“Loh, kok gitu jawabnya, masih ingatkan dengan saya, Mei mei?”
“Mei mei yang mana ya?”
“Itu dulu, waktu kita SMA kan pernah ikut event lomba cerdas cermat se-kota Pontianak. Rahmat yang jadi peserta dan kebetulan kita ini dipertemukan disaat final pada lomba itu. Ya, kamu sebagai finalis yang waktu itu mewakili sekolahmu berhadapan denganku yang juga mewakili sekolahku”.
“Oh gitu ya, benar juga. Oh, saya baru ingat. Pantesan pas saya liat tadi, kok sepertinya kita udah bertemu ya. Ya ya. Saya baru saja mau menghampirimu dan ternyata kamu sudah duluan kesini”.
“Rahmat, sepertinya bentar lagi akan sholat zuhur, kita cari makan dulu yuk!”.
“Yuk”!
“Gimana dengan kuliahmu?
“Kuliah saya? Ah malas saya mau ceritain Mei”.
“Duh, cerita dong Rahmat, kamu kuliahkan? Emang kuliahmu kenapa?”
“Ah, sudahlah, kita bahas yang lain aja ya. Oh iya, ngomong-ngomong kamu sudah ada yang punya belum?”
“Belum. Kalo kamu?”
“Sama”.
“Ya Allah, sepertinya akan hujan, saya pulang dulu ya”
Tapi kitakan ngomongnya belum kelar Mei me. Lagian kan kitakan belum nyampe di tempat tujuan untuk makan”.
“Nanti aja ya

Semenjak itu, kami sudah tidak pernah bertemu selamanya. Entahlah kapan bisa dipertemukan lagi. Tapi di dalam hati ingin sekali bertemu lagi dengan gadis Tionghoa itu. Sejak pertama kali bertemu di waktu SMA, kita dipertemukan pada sebuah event dan dipisahkan ketika sedang hujan. Kini, bertemu di suatu seminar dan berpisah ketika saat hujan lagi. Kenapa harus hujan Tuhan. Hatiku lirih ketika saat hujan.

Semilir sejuk angin yang berhembus dari tepian Sungai Kapuas. Langit-langit di jalan kota Pontianak memang tak mendukung. Hembusan angin musim hujan, mengalir menerpa di tepian gang-gang. Angin itu lalu, menyebar menciptakan kesejukan di sepanjang jalan. Hujan turun semakin deras. Suasana semakin terasa dingin. Selain keindahan, kota khatulistiwa ini memiliki sejarah yang sangat menakjubkan. Apalagi kalau kisah tentang larinya hantu kuntilanak yang diusir dengan meriam oleh Sultan Pontianak dan para kawan-kawannya. Maka seakan-akan aku tak percaya. Kini aku berada di kota Khatulistiwa, sama dengan tidak percayanya ketika dulu untuk pertama kalinya menginjakan kaki di kota ini. 

Pepohonan di sekitar tampak mengigil. Pohon-pohon itu seperti sekarat dalam kedinginan di musim penghujan. Angin menggoyangkan ranting dan dahannya. Dedaunan pohon itupun berguguran kemana-mana. Ah, itulah yang ku lihat di suasana waktu itu. dingin menerpa. Pulang kehujanan dan terpaksa harus berteduh terlebih dahulu.

Ku kumpulkan segala rasa pada sebuah tulisan. Tak memberikan celah sedikitpun untuk membuang rasa yang tak pernah ku mengerti. Walau dirimu hanya bayang semu, dalam setiap mimpiku. Hujan yang selalu setia menemaniku dan dalam khayal tentangmu. Walau diriku membenci hujan dan dirimu yang menyukai hujan. Namun kita sama-sama menyukai pelangi setelah hujan. 

Sore itu hujan sangat deras. Aku terpaksa pulang dengan badan basah kuyup. Dingin menyelimuti seluruh badan. Sudah menjadi kebiasaan setiap waktu hujan kala sore tiba, aku sengaja pulang dalam hujan. Sengaja berbasah-basah menikmati rintik hujan. Ini memang sudah menjadi kegemaranku mandi dalam hujan. Walau tidak seperti masa kecil dulu, tapi apa salahnya melawan hujan yang deras tersebut.

Hujan selalu membawa cerita sendu di setiap tetesnya. Di sana, awan hitam menggelantung dengan muram siap menumpahkan isinya. Hujan memiliki peran mengenai arti kesendirian, pengharapan, terabaikan, dan setiap tetes air mata.

Tuhan mempertemukan untuk satu alasan. Apapun alasannya. Entah untuk belajar atau mengajarkan.  Entah akan menjadi bagian terpenting atau hanya sekedarnya. Akan tetapi tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukan dengan tulus. Meski tidak menjadi seperti apa yang diinginkan. Tak ada yang sia-sia karena Tuhan yang mempertemukan kita

Semoga kau sukses ya sahabat. Disini aku akan selalu menunggu cerita-cerita tentangmu. Meski kita berbeda keyakinan, tapi itu bukan penghalang untuk berbagi kasih dalam kedamaian. 

Sungguh Tuhan itu menciptakan manusia berbeda-beda dari berbagai golongan, suku dan bahasa. Sebab itulah Tuhan menyuruh agar setiap manusia itu saling mengenali dan berbagi kasih. Tak peduli apapun agamanya. Apapun sukunya. Apapun bahasa dan latar belakangnya. Karena kedamaian adalah milik setiap orang. Marilah buat bumi ini damai sentosa.







Share: 

8 komentar:

  1. wow.. sesuatu rasa nih ya. namana kayak temene ipin upin si mei mei

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Hanya kebetulan saja mbak. Oh ya, Mei mei ini nama samaran saja.

      Hapus
  2. Ini kisah nyata atau fiktif belaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nyata. Tapi sedikit ditambah kisah fiksinya.

      Hapus
  3. Gadis Tionghoa banyak yg cantik2. Duh, si amoy.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya dong dan gadis yang lain juga tak kalah cantik. Semua gadis itu cantik.

      Hapus

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda