Rabu, 11 Januari 2017

Dari Menulis Fiksi Hingga Menulis Skripsi

Pengalaman saya selama menjadi mahasiswa itu yakni ketika saya pernah membuat cerpen, karya ilmiah, artikel sampai skripsi. Dan yang seringnya nulis beberapa artikel di blog saya ini. Tak banyak memang tulisan saya di blog ini. Tapi saya rasa untuk seukuran orang yang ingin belajar nulis, di blog inilah tempat saya berkreasi, tentunya melalui beragam tulisan yang saya buat.

Rasanya ingin sekali menulis opini di koran, tapi masalahnya rasa  saya tidak pernah bergerak mencoba untuk menulis opini di beberapa media lokal dan nasional. Keinginan memang ada, yang banyak itu tapi dan nantinya.

Padahal selama kurang lebih empat tahun saya berlangganan koran dan kebetulan koran itu tiap harinya menyediakan kolom opini dan pada hari Minggu biasanya disediakan kolom cerpen bagi penulis-penulis untuk berkarya disitu.

Memang kalo menurut saya sangat sedikit koran yang menyediakan kolom cerpennya terlebih lagi untuk sastra. Sangat kurang. Dan menurut pengamatan saya, hanya ada dua koran saja yang ada di Kalbar ini yang menyediakan kolom sastranya. 

Untuk seukuran Provinsi Kalbar yang kalo dibandingkan wilayahnya bisa seukuran enam provinsi di Pulau Jawa, ditambah dengan DKI Jakarta. Tentu ini akan sangat sulit bagi penulis dalam artian "berkarya". Terkecuali memang sudah terkenal atau yang nulis itu tokoh-tokoh tertentu, lalu dimuatlah tulisannya di koran tersebut. Itu terjadi secara terus-menerus dan itu-itu saja orangnya yang tulisannya di muat di medianya. Walaupun tidak juga demikian.

Saya tidak merasa iri. Memang tulisan-tulisan orang tersebut sangat berbobot dan saya akui itu. Apalagi untuk seukuran saya yang baru belajar ini. 

Kembali ke pengalaman selama nulis. Cerpen itu dibuat berdasarkan kisah keseharian saya. Sebagai contoh salah satu cerpen saya yang pernah dimuat di koran Harian Pontianak Post. Cerpen yang berjudul Gadis Berjilbab Hitam. Ini adalah pengalaman saya ketika bertemu dengan mahasiswi adik kelas saya. Tak sengaja saya bertanya padanya. Lalu terjadilah dialog mendalam. Belakangan, saya ingat, ternyata gadis itu menggunakan jilbab hitam. Lalu terjadilah cerpen seperti itu.

Soal karya ilmiah tak ada kalahnya juga. Saya diajarkan langsung oleh Pak Yusriadi. Beliau adalah dosen FUAD IAIN Pontianak. Kebetulan beliau juga adalah pembina Club Menulis IAIN Pontianak dan saya bernaung di Club tersebut.

Di Club tersebut saya diajarin bagaimana menulis, terutama membuat makalah ilmiah. Dan memang setiap anggota di wajibkan untuk ikut lomba menulis jika ada event lomba. Alhamdulillah berkat bimbingannya, saya jadi tidak merasa gagal paham lagi ketika diminta buat karya ilmiah. Bagi saya, menulis karya ilmiah itu tidak terlalu sulit. Terutama jika ada lomba karya ilmiah yang berkaitan dengan salah satu topik tertentu. 

Contohnya, ketika ada lomba menulis ilmiah tentang maritim. Ya, kalo mau ikut lomba, mau tidak mau kita harus riset kecil-kecilan dulu. Cari data sana sini. Belum lagi cari buku referensi yang terkini. Diutamakan buku yang terbit ditahun saat ini juga. Namun jika pun tak ada juga tak masalah. Intinya pada menulis ilmiah itu harus dibuat sebaik mungkin dan bisa mempertanggung jawabkannya, dalam artian bisa kita jelaskan kenapa kita menulis judul ini (yang kita buat).

Artikel adalah pandangan penulis tersebut. Ditambah dengan teori dan beberapa data pendukung lainnya. Tapi ini menurut saya saja loh, silahkan dicari apa defenisinya. Pengalaman nulis artikel itu, saya dapatkan ketika saat sedang mengikuti lomba menulis artikel di Kemhan Pusat. Setelah saya cari defenisinya di google, barulah saya dapat gambaran artikel ini seperti apa.

Saya kira tidak terlalu sulit untuk menulis artikel. Disini kita bebas. Dalam artian bebas untuk menulis beberapa kalimat menarik lainnya. Lalu kemudian, kita bisa tambahkan data-data pendukung serta referensi pada buku-buku dan jurnal. Ingat apa yang dibilang pak Yus, kebaruan referensi adalah hal yang bagus dalam mengikuti lomba menulis, apalagi tulisan kita makin bagus, maka pasti kitalah sang juaranya.

Terakhir Skripsi. Ini bagi saya gampang-gampang susah. Saking gampangnya saya sampai setahun lebih tidak selesai-selesai nulis yang satu ini. Saking susahnya, saya rela-relain kerja dulu buat beli laptop. Skripsi saya off-kan dulu. Emang jika tidak di-off-kan mau bagaimana lagi? Saya kalo mau pinjam laptop ke teman, teman mau gunakan juga. Pinjam ke tetangga, pelitnya bukan kepalang. Tapi harus berpikir positif, barangkali tetangga itu sangat perlu juga.

Tapi dengan melihat teman-teman banyak yang sudah selesai. Ada yang sudah bekerja di Bank, kantoran, sekolah S-2, buka usaha, dan yang tak kalah pentingnya sudah nikah. Dan saya masih tetap seperti sedia kala. Menikmati ke-single-an. Hidup ini berat bila dijadikan beban kawan. Tetaplah jadi yang terbaik dari yang terbaik. Maaf jika ini agak menyimpang dari topik. Tapi ini penting untuk saya sampaikan. Haha.

Itulah sekelumit pengalaman nulis saya selama menjadi mahasiswa. Kalian boleh share tulisan ini (itu jika Anda mau),  dan tetap nulis tentunya.


Share: 

8 komentar:

  1. Skripsi memang gampang2 syusyah. Tapi semakin dihindari makin nggak enakin hati. Skr sistem do, jadi mau nggak mau ya diselesein kalo nggak mau terusir secara hormat hehehe. ANggapsaja nyekripsi itu menulis data hasil riset. Biar menyenangkan. Semangat Mas :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengalaman nulis skripsi itu menyenangkan mbak. Hi.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Skripsi itu syarat buat nyelesaikan S1. Mau tidak mau harus dikerjain.

      Hapus
  3. Wew, ketika membicarakan tentang fiksi dan skripsi, yang kruindukan malah bangku sekolah. :p Maaf kalau nggak nyambung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama saja. Intinya antara sekolah dan kampus itu adalah sama2 belajar.

      Hapus
  4. Pengalaman yang lumayan panjang, ya, Mbak? :v

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda