Sabtu, 07 Maret 2015

Budaya Ulang Tahun

Sebuah tulisan yang kubuat pada hari ini adalah mengenai tentang rentang usiaku sebenarnya. Menurut orang tuaku, aku dilahirkan pada tanggal 17 mei 1993 sedangkan di ijazah tercatat 17 Mei 1992. Sungguh sebuah kesalahan yang fatal, apabila terjadi kesalahan pada saat penulisan tanggal dan tahun lahir. Tapi adalah sebuah masa lalu yang tak perlu dipermasalahkan dan bagiku, itu sama saja, kan selisihnya hanya satu tahun, jadi tak mengapa kan.
Share: 

Kamis, 19 Februari 2015

Ekonomi Etnik

Oleh : Rahmat

Beberapa hal yang  menyangkut tentang perekonomian terutama pengusaha yang berhasil dalam menekuni bidang usahanya suatu masyarakat tidaklah terlepas dari riwayat dan perjalannya. Saya akan menjelaskan hasil wawancara saya kepada seorang salah satu pengusaha di kota pontianak. Beliau adalah keturunan suku Sunda yang lahir di kota Pontianak. 


Share: 

Selasa, 17 Februari 2015

Pontianak Sebagai Kota Muslim

 Pontianak adalah kota Islam 


Di awal berdirinya kota atau kesultanan Pontianak, ciri ke-Islamannya sangat menonjol. Ciri tersebut adalah dibangunnya pemukiman, sebelum selanjutnya dijadikan pusat pemerintahan kota Pontianak. Namun, perkembangan pusat pemerintahan kesultanan Pontianak, yang berlokasi di daerah delta pertemuan sungai Kapuas dan Sungai Landak agak tertinggal dibandingkan dengan daerah yang dikembangkan oleh pemerintahan Belanda yang berlokasi di seberang sungai Kapuas (sekarang Pontianak selatan, Pontianak Kota dan Pontianak Barat). Belanda masuk ke Pontianak hanya berselang dua tahun dari pendirian kota Pontianak (1771).
Share: 

Senin, 16 Februari 2015

Kitab Berladang

Potret Islam hybrid Pada Suku Asli Masyarakat Pedalaman Kalimantan Barat
Ketika saya mengikuti pertemuan di Club Menulis IAIN Pontianak. Pertemuan biasa di club setiap minggunya. Pada saat itu, pak Dr Yusriadi sedang memberikan ilmu dan pemaparannya tentang kiat-kiat menulis buku yang baik dan bermanfaat. Ketika Itu, saya mendapati banyak buku sekardus disamping bawah kursi saya. Spontanitas saya ambil buku itu. Dan bukunya saya buka dan langsung saya baca.

Sebenarnya buku ini tidak untuk dibagikan karena buku ini akan diberikan pada orang yang akan berkunjung di kampus IAIN Pontianak nanti. Tapi sudah terlanjur saya buka dan di pegang, kata Pak Yus: "ya sudah tak mengapa, itu rezeki kamu Mat". Beliau memberikan pada saya buku ini. "Alhamdulillah makasih ya Pak". Buku yang di tulis oleh Pak Faisal Amin ini menggambarkan tentang isi kitab berladang yang diterbitkan oleh STAIN Press tahun 2013 dengan tebal 175 halaman.
Share: 

Jumat, 23 Januari 2015

Makan Dalam Kelambu

Makan di Kelambu


Mungkin sudah sering dibahas tentang yang namanya “makan dalam kelambu’ dan sebagian masyarakat kebanyakan sudah mengetahui tradisi ini. Ini merupakan adat budaya orang Bugis turun-temurun dalam tradisinya. Karena ritual ini dilakukan oleh orang Bugis, makan dalam kelambu ini ritualnya sangat menarik sebab makannya harus di dalam kelambu. Adat istiadat suku Bugis banyak sekali ritualnya, dan ritual tersebut hampir tidak asing lagi kedengarannya oleh orang melayu. Seperti : buang-buang, lasuji, dan robo-robo dan masih banyak yang lain. 

Makan dalam kelambu di Sepok Laut tidak berbeda dengan daerah lainnya. Prosesi makan dalam kelambu ini sudah turun temurun dari nenek moyang suku Bugis, biasanya ritual ini dilakukan pada waktu ada hajatan seperti, perkawinan, khitanan (sunatan), naik ayun (naek tojang). Tapi untuk masyarakat Sepok Laut biasanya hampir tiap tahun melaksanakannya. Inilah tradisi Makan dalam Kelambu di Desa Sepok laut. Bukan hanya acara kawinan saja tapi juga dilaksanakan tiap tahun atau lebih dan berkumpul satu keluarga.
Share: 

Minggu, 11 Januari 2015

Naek Tojang

Naek Tojang 



Tradisi ini mungkin bagi masyarakat perkotaan sudah jarang ditemukan. Tapi bagi kalangan masyarakat Sepok Laut khususnya di Kampung Teluk Harapan masih dilaksanakan tradisi ini. Tradisi ini masih dipelihara dan untuk melaksanakan ritual ini dilaksanakan pada hari ke 44 sejak kelahiran anak. 

Di masyarakat Sepok Laut tradisi Naek Tojang memang kerap dilakukan oleh masyarakat tersebut. Tojang (ayunan), digunakan ibu-ib untuk menidurkan anaknya dengan menggunakan kain sarung yang diikat dengan tali di gantung kayu pada atas rumah miliknya, baik itu dikamar maupun diluar ruangan. 

Di dalam tradisi ini, ayunan dipenuhi dengan hiasan di atas ayunannya. Hiasannya di letakkan di atas ayunan bayi tersebut seperti pak law, ketupat, cucur, juga pisang. Pada dasarnya tujuan di adakan adat ritual Naek Tojang adalah untuk mendoakan anak bayi yang baru lahir agar diberikan keselamatan oleh Allah SWT dan menjadi anak yang taat kepada agama dan orang tua. 

Setelah mendoakannya, kemudian dilanjutka dengan serakalan (Sholawat barzanji) sambil meminta orang-orang yang serakal untuk memotong rambut bayi tersebut secara bergilir-gilir. Biasanya dengan di adakan adat Naek Tojang ini keluarga, tetangga dan handai taulan turut di undang untuk meramaikan acara ini silaturahmi pun terciptalah. Tentu silaturahmi mempererat rasa persaudaraan.
Share: