Sastra di
sekolah memang sudah diajarkan oleh guru bahasa Indonesia. Kenyataannya walau
sudah diajarkan, namun tetap saja ada sebagian siswa yang sangat tidak berminat
dengan dunia sastra. Sastra itu luas, bukan hanya sekedar baca puisi dan
berbicara tentang cerpen tetapi lebih dari itu.
Sumber Disini |
Bila disaksikan
mata pelajaran disekolah yang ada di kota Pontianak, penulis sebutkan dengan
sekolah tempat penulis belajar dulu. Bagaimana kita diajarkan hanya sebagian
kecil saja atau penggalan-penggalan kalimat pada novel-novel atau hanya diminta
untuk membacakan penggalan-penggalan dari cerpen yang ada di buku pelajaran
tersebut.
Pertanyaannya,
kenapa para siswa tidak diajak untuk membaca seluruh isi novel atau cerpen
tersebut? Kenapa tidak diperlihatkan bentuk novelnya dan kenapa hanya sebagian
kecil atau penggalan kalimat saja? Seorang penyair di Kalbar pernah berkata,
beda pelajaran sastra di Indonesia dengan negara tetangga Malaysia. Di
Malaysia, siswa selain di ajak membaca penggalan suatu novel, tetapi juga
diperihatkan bagaimana bentuk novel tersebut.
Sebuah karya
sastra tidak dapat mengelak dari kondisi masyarakat dan situasi kebudayaan
tempat karya itu dihasilkan, sekalipun seorang pengarang dengan sengaja
berusaha mengambil jarak dan berbagai masalah budaya yang ada disekitarnya.
Sastra merupakan bagian intergral
dalam dunia pendidikan yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan di Indonesia,
termasuk di Kalimantan Barat. Pengajaran sastra mencakup ketiga genre sastra,
yakni prosa fiksi, puisi, dan drama. Dalam pengaplikasiannya, ketiganya
disintesiskan dengan kegiatan menyimak dan membaca sebagai aktivitas belajar
siswa. Juga dengan kegiatan berbicara dan menulis bagi siswa, yang merupakan
aktivitas produktif mereka. Hal itu berlangsung hingga pada tahap evaluasi.
Dalam pengajaran sastra itu,
terdapat beberapa problematika yang harus segera diatasi oleh guru bahasa dan
sastra di sekolah. Hal itu kita pandang perlu, karena problematika pengajaran
sastra menyebabkan kurang optimalnya pengajaran sastra di sekolah. Akhirnya,
siswa pun kurang cerdas dalam hal bersastra.
Selama ini, pengajaran sastra di
sebagian besar sekolah hanya terjadi dalam ruang yang diapit dinding kelas.
Hasilnya, daya imajinasi dan kreasi siswa kurang berkembang optimal. Misalnya,
ketika siswa mendapatkan tugas membuat puisi berkenaan dengan alam. Namun, guru
yang bersangkutan tidak mengajak mereka ke alam terbuka. Padahal di ruang
tertutup dinding kelas, kurang mendukung dalam menumbuhkembangkan daya imajinasi
dan kreasi mereka dalam proses penciptaan puisi. Itu merupakan salah satu
problematika dalam pengajaran sastra di sekolah. Seharusnya, guru mengajak
siswa keluar, ke alam terbuka dan membantu mereka dalam proses penciptaan karya
sastra.
Problematika yang lain, sebagian
besar guru bahasa dan sastra di sekolah kurang menumbuhkembangkan minat dan
kemampuan siswa dalam hal sastra. Sebenarnya guru Bahasa dan Sastra Indonesia
dapat mengusahakan karya sastra siswa dimuat di media massa, dalam bentuk buku sastra,
baik melalui media cetak dan elektronik yakni internet dan radio.
Hal terakhir ini sangat bagus dalam
menumbuhkembangkan potensi sastra yang ada dalam diri siswa. Mereka akan
tertantang untuk membuat dan memublikasikan karya sastra mereka secara luas dan
kontinyu. Kenyataan yang lebih memprihatinkan, sebagian besar guru bahasa dan
sastra tidak menjadi contoh sebagai orang yang aktif membuat dan memublikasikan
karya sastra.
Adapun cara yang ampuh untuk
menumbuhkembangkan sastra kepada siswa adalah dengan memintanya untuk membuat
tugas membuat puisi, nanti puisi itu bisa ditempel di mading sekolah. Atau
dengan mewajibkan membaca beberapa belas menit sebelum beajar, hal ini tentunya
bisa menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap buku dan sastra.
Muloknya biasanya dikasih belajar nanam sayuran
BalasHapus