Rabu, 14 September 2016

Sastra di Sekolah

Sastra di sekolah memang sudah diajarkan oleh guru bahasa Indonesia. Kenyataannya walau sudah diajarkan, namun tetap saja ada sebagian siswa yang sangat tidak berminat dengan dunia sastra. Sastra itu luas, bukan hanya sekedar baca puisi dan berbicara tentang cerpen tetapi lebih dari itu.

Sumber Disini



Bila disaksikan mata pelajaran disekolah yang ada di kota Pontianak, penulis sebutkan dengan sekolah tempat penulis belajar dulu. Bagaimana kita diajarkan hanya sebagian kecil saja atau penggalan-penggalan kalimat pada novel-novel atau hanya diminta untuk membacakan penggalan-penggalan dari cerpen yang ada di buku pelajaran tersebut. 

Pertanyaannya, kenapa para siswa tidak diajak untuk membaca seluruh isi novel atau cerpen tersebut? Kenapa tidak diperlihatkan bentuk novelnya dan kenapa hanya sebagian kecil atau penggalan kalimat saja? Seorang penyair di Kalbar pernah berkata, beda pelajaran sastra di Indonesia dengan negara tetangga Malaysia. Di Malaysia, siswa selain di ajak membaca penggalan suatu novel, tetapi juga diperihatkan bagaimana bentuk novel tersebut.

Sebuah karya sastra tidak dapat mengelak dari kondisi masyarakat dan situasi kebudayaan tempat karya itu dihasilkan, sekalipun seorang pengarang dengan sengaja berusaha mengambil jarak dan berbagai masalah budaya yang ada disekitarnya.

Sastra merupakan bagian intergral dalam dunia pendidikan yang diajarkan di tiap jenjang pendidikan di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. Pengajaran sastra mencakup ketiga genre sastra, yakni prosa fiksi, puisi, dan drama. Dalam pengaplikasiannya, ketiganya disintesiskan dengan kegiatan menyimak dan membaca sebagai aktivitas belajar siswa. Juga dengan kegiatan berbicara dan menulis bagi siswa, yang merupakan aktivitas produktif mereka. Hal itu berlangsung hingga pada tahap evaluasi.

Dalam pengajaran sastra itu, terdapat beberapa problematika yang harus segera diatasi oleh guru bahasa dan sastra di sekolah. Hal itu kita pandang perlu, karena problematika pengajaran sastra menyebabkan kurang optimalnya pengajaran sastra di sekolah. Akhirnya, siswa pun kurang cerdas dalam hal bersastra.

Selama ini, pengajaran sastra di sebagian besar sekolah hanya terjadi dalam ruang yang diapit dinding kelas. Hasilnya, daya imajinasi dan kreasi siswa kurang berkembang optimal. Misalnya, ketika siswa mendapatkan tugas membuat puisi berkenaan dengan alam. Namun, guru yang bersangkutan tidak mengajak mereka ke alam terbuka. Padahal di ruang tertutup dinding kelas, kurang mendukung dalam menumbuhkembangkan daya imajinasi dan kreasi mereka dalam proses penciptaan puisi. Itu merupakan salah satu problematika dalam pengajaran sastra di sekolah. Seharusnya, guru mengajak siswa keluar, ke alam terbuka dan membantu mereka dalam proses penciptaan karya sastra.

Problematika yang lain, sebagian besar guru bahasa dan sastra di sekolah kurang menumbuhkembangkan minat dan kemampuan siswa dalam hal sastra. Sebenarnya guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat mengusahakan karya sastra siswa dimuat di media massa, dalam bentuk buku sastra, baik melalui media cetak dan elektronik yakni internet dan radio.

Hal terakhir ini sangat bagus dalam menumbuhkembangkan potensi sastra yang ada dalam diri siswa. Mereka akan tertantang untuk membuat dan memublikasikan karya sastra mereka secara luas dan kontinyu. Kenyataan yang lebih memprihatinkan, sebagian besar guru bahasa dan sastra tidak menjadi contoh sebagai orang yang aktif membuat dan memublikasikan karya sastra.

Adapun cara yang ampuh untuk menumbuhkembangkan sastra kepada siswa adalah dengan memintanya untuk membuat tugas membuat puisi, nanti puisi itu bisa ditempel di mading sekolah. Atau dengan mewajibkan membaca beberapa belas menit sebelum beajar, hal ini tentunya bisa menumbuhkembangkan rasa cinta terhadap buku dan sastra.














Share: 

1 komentar:

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda