Nenek moyang bangsa Nusantara telah memahami, menghayati arti dan kegunaan
laut sebagai sarana untuk menjalin berbagai kepentingan antar bangsa, seperti
perdagangan serta komunikasi antar bangsa. Pada
perkembangan selanjutnya, berdirilah kerajaan-kerajaan diseluruh Nusantara, karena panggilan
nilai-nilai kebaharian. Kerajaan maritim terbesar adalah Sriwijaya (683 M -
1030 M) dan Majapahit (1293 M - 1478 M). Sebagai maritim yang kuat di Asia
Tenggara, Sriwijaya mendasarkan politiknya pada penguasaan alur pelayaran dan
jalur perdagangan serta menguasai daerah-daerah penting sebagai pangkalan
kekuatan lautnya. Angkatan Laut Sriwijaya ditempatkan di pangkalan-pangkalan
untuk mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut bea
cukai serta mencegah terjadinya pelanggaran di laut wilayah kekuasaanya.
Kemampuan mengelola laut dan sumber daya terkandung di dalamnya serta
penggunaan laut sebagai sarana untuk mewujudkan berbagai kepentingan dapat
dilakukan karena political will yang kuat pemimpinnya. Bahkan Sriwijaya dan
Majapahit telah menjadi center of excellent kemaritiman, kebudayaan dan agama
di Asia Tenggara. Namun disela
setelah masuknya VOC ke Indonesia (1602 M - 1798 M). Bahari Nusantara mengalami
kemuduran disebabkan apa yang dilakukan oleh Belanda kala itu.
Pada tahun 1957, tercatat ada kebangkitan
baru bagi kebudayaan bahari Nusantara, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden
Soekarno telah mendeklarasikan Wawasan Nusantara (oleh Perdana Menteri Juanda).
Inti Wawasan Nusantara tadi adalah wawasan kebangsaan bangsa Indonesia yang
mengetengahkan ditengguhkannya asas “Negara Nusantara” (archipelagic state).
Wawasan Nusantara memandang wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah
darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya, serta diseluruh
kekayaan yang terkandung di dalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan (Djoko
Pramono, 2005 :7-9).
Kemudian, untuk memperoleh pengakuan
dunia internasional tentang konsep “Negara Nusantara”, pada masa pemerintahan
Presiden Soeharto telah dilaksanakan perjuangan diplomatis yang sangat gencar
serta berkelanjutan baik forum internasional maupun regional. Akhirnya pada
tahun 1982, gagasan tentang “Wawasan Nusantara” mendapat pengakuan di dunia
internasional. Tepatnya dalam forum PBB tentang hukum laut tahun 1982 (UNCLOS
82).
Pada perkembangan selanjutnya,
pengembangan kebaharian Nusantara terus dilakukan. Pada tahun 1998, Presiden BJ
Habibie kembali mendeklarasikan visi pembangunan kelautan bangsa Indonesia
dalam sebuah “Deklarasi Bunaken”.
Inti deklarasi tersebut adalah pemahaman bahwa laut merupakan peluang,
tantangan, dan harapan untuk masa depan persatuan, kesatuan, dan pembangunan
bangsa Indoesia.
Tahun 1999, Presiden Abdurahman
Wahid, menyatakan komitmennya terhadap “ “Pembangunan
Kelautan” di Indonesia dan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan dikembangkannya Dewan Kelautan Nasional (DKN) menjadi Dewan Maritim
Indonesia (DMI. Lalu pada tanggal 11 Desember 2001, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri
menerbitkan Surat Keputusan Presiden no 126 tahun 2001, bahwa tanggal 13
Desember sebagai Hari Nusantara dan resmi sebagai hari perayaan nasional. Juga terakhir wacana yang di
deklarasikan Presiden Jokowi dodo yang akan menjadikan Indonesia sebagai poros
maritim dunia.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda